Konstitusi atau UUD yang dimiliki negara dipergunakan sebagai aturan main dalam berbangsa dan bernegara, termasuk untuk mengatur kebijakan dibidang perpajakkan. Karena tujuan negara sudah ditetapkan dalam Konstitusi/UUD, maka wajib diwujudkan oleh seluruh bangsa; seperti halnya tujuan negara Indonesia dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Tujuan negara tidak mengenal limit waktu atau tidak mengenal ruang dan waktu; dalam arti mewujudkan tujuan negara akan dilakukan terus menerus sepanjang tahun. Konsekuensinya, upaya perwujudan tujuan negara akan memerlukan pembiayaan yang terus menerus juga.
Sehingga negara memerlukan sumber-sumber pendapatan, salah satunya berasal dari sektor pajak. Sektor pajak merupakan salah satu sumber pen dapatan negara sebenarnya sudah lama dikenal dan dimanfaatkan, seperti pemungutan pajak pada zaman Mesir Kuno yang dikenakan terhadap berbagai aspek kehidupan sehari-hari bahkan mencakup penggunaan minyak untuk memasak guna mempersiapkan makan keluarga.
Di Roma Kuno, sudah lama memiliki sistem pajak, seperti halnya pajak penjualan,pajak warisan, maupun pajak ekspor dan impor. Pemungutan pajak oleh negara mulai berkembang mulamula di Inggris sejak abad ke XII di sana diadakan pajak kekayaan umum, meskipun masih dalam bentuk yang sangat sederhana.
Jauh sebelum Indonesia merdeka banyak sekali kerajaan yang telah melakukan pemungutan pajak dari rakyat untuk kepentingan kerajaan.
Selaras dengan penjelasan Rochmat Soemitro : Sebelum terdapat negara yang teratur (geodende - staat), karena pada waktu negara masih bersifat sederhana (primitief) dikuasai oleh seorang raja yang mempunyai tugas pemeliharaan keamanan dalam daerahnya, mempertahankan daerahnya dari serangan-seangan musuh dari luar.
Meskipun masih sederhana atau primitief, namun terasa juga kebutuhan akan uang untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran kepentingan umum, seperti pembuatan jalan, membiayai pertahanan, membayar pegawai, dan sebagainya.
Di Indonesia, secara yuridis-konstitusional sektor pajak baru diakui pada 18 Agustus 1945 bersamaan disahkannya Undang Undang Dasar RI 1945 sebagai pedoman penyelenggaraan negara, sebab dalam naskahnya terdapat pasal yang mengatur sektor pajak (Pasal 23 ayat 2 : “Segala pajak untuk keperluannegara berdasar undangundang”.
Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 kemudian diamandemen menjadi Pasal 23A : “Segala pajak dan pungutan lain yang sifatnya memaksa untuk kepentingan negara berdasar peraturan perundang-undangan”.
Pasal amandemen ternyata muatannya lebih luas dari pada pasal sebelumnya, karena tidak hanya terbatas mengatur pajak semata; tetapi mengatur pula pungutan lain yang sifatnya memaksa untuk keperluan negara.
Pungutan lain yang sifatnya memaksa untuk keperluan negara tidak terbatas macamnya, sehingga macamnya akan lebih banyak dibandingkan dengan macam pajak. Di Indonesia berdasarkan kewenangan memungut, pajak digolongan menjadi dua, ialah Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
Penggolongan ini karena Indonesia sebagai negara kesatuan memiliki tingkatan pemerintahan, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang merupakan bagian dari negara, dalam membuat peraturan perundang-undangan perpajakan daerah tidak dapat lepas begitu saja dari kebijakan politik perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Hal tersebut selaras dengan asas negara kesatuan yang di desentralisasikan “bahwa pemegang kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara adalah pemerintah pusat (central gavernment) tanpa adanya gangguan oleh suatu delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah (local gavernment).
Atau “dalam suatu negara kesatuan segenap urusan negara tidak dibagi antara pemerintah pusat sedemikian rupa, sehingga urusan-urusan negara dalam negara kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan (eenheid) dan pemegang kekuasaan tertinggi adalah pemerintah pusat”.
Terkait dengan desentralisasi perpajakan daerah yang menyangkut pengaturan perpajakan daerah dan produk hukum pajak daerah dalam sistem hukum pajak nasional. Maka bicara mengenai sistem hukum nasional akan ditemukan beberapa pendapat dari dunia pengetahuan, hal ini merupakan persoalan yang wajar sering terjadi.
Adapun beberapa pendapat tentang sistem hukum nasional, adalah sebagai berikut :
- Segala hukum yang berlaku secara nasional dan sah diseluruh tanah air dari Sabang sampai Merauke yang dibuat oleh badanbadan atau lembaga-lembaga yang berwenang (JCT Simorangkir).
- Tata hukum baru yang lahir sebagai akibat dari kemerdekaan bangsa Indonesia dengan UUD 1945 sebagai intinya (Satjipto Rahardjo).
- Hukum nasional (national law) has two connotation : one meaning axacly, national in contrast with the local; the other more prevalent during the last two decade meaning the law of independent Indonesian as opposed to law originating in the colony (Daniel S.Lev).
- Hukum nasional.
- hukum yang dinyatakan berlaku secara nasional oleh pembentuk undang-undang nasional;
- hukum yang bersumber dan menjadi pernyataan langsung dari tata budaya nasional;
- hukum yang bahan-bahannya (idiil dan riil) primer berasal dari kebudayaan nasional sendiri dengan tidak menutup kemungkinan memasukan bahan-bahan dari luar sebagai hasil pengolahan yang dibawa oleh perhubungan dengan luar nasional,
- sebagai pengertian politis perlawanan antara nasional dan kolonial (Moh. Koesnoe).
Norma-norma hukum itu berjenjang, dan berlapislapis dalam suatu hirarhi tata susunan; norma yang lebih rendah berlakunya bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi berlakunya, demikian selanjutnya sampai dengan norma dasar (groundnorm).
Teori ini dapat disebut juga teori sinkronisasi vertical atau harmoni vertical. Konfi gurasi politik tertentu menyebabkan lahirnya produk hukum dengan karakter tertentu pula (Moh. Mahfud).
Menurut teori peraturan perundang-undangan, pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi dua masalah pokok yang harus di perhatikan, ialah : aspek materiil/substansi dan aspek formil/prosedural.
Berpedoman pada sistem hukum nasional maka pengertian hukum pajak nasional tidak berbeda dengan hukum yang lain, karena secara konstitusional kewajiban negara membuat hukum pajak sudah ditetapkan dalam Pasal 23 ayat 2 Undang Undang Dasar RI 1945 (diamandemen menjadi Pasal 23 A Undang Undang Dasar RI 1945).
Sehubungan hal tersebut, maka yg dimaksud sistem hukum pajak nasional, ialah: “Sistem hukum pajak yang dibuat berdasar kehendak Undang Undang Dasar RI 1945 maupun peraturan perundangundangan lain yang dipergunakan sebagai pedomam dasar pembuatan peraturan perpajakan nasional”.
Pengaturan perpajakan daerah selama ini berpedoman pada dua kaedah, ialah sentral (centralnorm) dan lokal (local-norm). Kaedah sentral (central-norm) dalam pengaturan perpajakan daerah dibedakan menjadi dua, ialah :
- Peraturan perundang-undangan pemerintahan daerah, meliputi:
- (1). Undang-Undang Nomor 1Tahun 1945.
- (2). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
- (3). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
- (4). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
- Peraturan perundang-undangan Pajak dan Retribusi Daerah :
- (1). Undang - Undang Nomor 11/Drt/ Tahun 1957.
- (2). Undang - Undang Nomor 18 Tahun 1997.
- (3). Undang - Undang Nomor 34 Tahun 2000.
- (4). Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Substansi peraturan perundang-undangan pajak dan retribusi daerah tidak dapat lepas dari pengaruh kehendak pemerintah pusat sebagai pengendali pemerintahan daerah, khususnya dibidang perpajakan daerah.
Post a Comment