WcBma5LrLOg50X66kF3p5HaCfJ41Lo99JHjSF8cx
Bookmark

Perjalanan Pajak Penghasilan

Perjalanan Pajak Penghasilan

Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.

Pengenaan pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu undangundang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799.

Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah ”a person’s faculty, personal faculties and abilitites”, Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada “returns and gain”.

“Personal faculty and abilities” secara implisit adalah pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan “Returns and gain” berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. 

Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860- an berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.

Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan.

Pada periode sampai dengan tuhun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk Pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan.

Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty”. Sebaliknya business tax atau bedrijfs belasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya poll tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.

Pada tahun 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan - badan yang melakukan berbagai usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan siapa pemegang sahamnya.

Dasar pengenaan pajaknya ialah penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiunan dan pembayaran berkala.Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu.

Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifi kasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax yakni Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperbaharui tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk Pribumi, orang Asia maupun orang Eropa.

Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan, asas domisili dan asas sumber.

Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (onderneming) pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschap belasting) yakni pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan).

Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Perobahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktek lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS.

Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur (regulerend) dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan “tax holiday”. 

Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya tax reform, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax).

Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia, kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.

Dengan makin banyak perusahaan - perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%.

Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja.

Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan “UU MPO dan MPS”.

Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia. Bagaimanapun, kita memang tidak boleh meninggalkan sejarah.

Berbagai hal yang berkaitan dengan pajak yang kita kenal sekarang seperti Pajak Penghasilan, Bea Cukai, Tax Treaty, Pajak Penjualan, Bea Materai, Restitusi, dan bahkan Tax Audit adalah warisan dari sejarah masa lalu.

Dengan perjalanan panjang yang penuh luka dan peperangan, pajak telah mengantarkan kita ke saat ini di mana pajak bisa menjadi alat yang efektif dan efi sien untuk membiayai pengeluaran bersama untuk kepentingan bersama pula.

Karena itu biarkanlah luka dan peperangan tetap menjadi masa lalu. Di masa sekarang: “Orang Bijak Taat Pajak dan Aparat Pajak Harus Bijak “.
Post a Comment

Post a Comment