WcBma5LrLOg50X66kF3p5HaCfJ41Lo99JHjSF8cx
Bookmark

Sistem dan Pengaturan Hukum Jaminan

Sistem dan Pengaturan Hukum Jaminan

Sistem pengaturan hukum jaminan adalah sistem tertutup (clossed system), yang diartikan dengan sistem tertutup adalah orang tidak dapat mengadakan hak-hak jaminan baru, selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Sedangkan sistem pengaturan hukum perjanjian adalah sistem terbuka. Sistem terbuka artinya bahwa orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun juga, baik yang sudah ada aturannya di dalam KUH Perdata maupun yang tidak tercantum di dalam KUH Perdata (Salim HS, 2014 : 12-13).

Tempat pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tempat, yaitu (1) di dalam Buku II KUH Perdata dan (2) di luar KUH Perdata. Ketentuan hukum jaminan yang terdapat di dalam Buku II KUH Perdata merupakan kaidah-kaidah hukum yang terdapat dan diatur di dalam Buku II KUH Perdata, seperti gadai (Pasal 1150-1161 KUH Perdata) dan hipotek (Pasal 1162 – 1232 KUH Perdata).

Ketentuan hukum jaminan yang terdapat di luar KUH Perdata merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang tersebar di luar KUH Perdata. Ketentuan-ketentuan hukum itu meliputi:

  1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA;
  2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;
  3. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
  4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran;
  5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang.

Pembebanan hipotek hak atas tanah sudah tidak berlaku lagi, karena telah dicabut oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, sedangkan hipotek atas kapal laut yang beratnya 20 m3 ke atas dan pesawat udara masih berlaku ketentuanketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata (Salim HS, 2014 : 11- 12).

Sampai saat ini hukum jaminan di Indonesia masih bersifat dualisme, yakni disatu sisi diatur dengan produk hukum barat, yaitu jaminan atas benda bergerak berupa gadai yang diatur dalam KUH Perdata. Sementara hak jaminan lainnya atas benda bergerak yang dilakukan tanpa menguasai bendanya telah diatur dalam Undangundang Fidusia Nomor 42 tahun 1999 (M.Khoidin, 2017 : 8-9).

Dalam kegiatan pinjam meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman.

Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Pengaturan hukum jaminan dimulai dengan di undangkannya Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang-undang Hak Tanggungan, Fidusia dan Resi Gudang.

Pengertian hukum jaminan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai piutang seseorang dengan memberikan suatu pembebanan jaminan untuk menyakinkan kreditur agar dapat memberikan fasilitas kredit kepada debitur.

Objek kajian pengkajian hukum jaminan dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu objek materiil dan objek forma. Ruang lingkup kajian hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu jaminan kebendaan dan perorangan.

Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak bergerak. Ada 5 (lima) asas penting dalam hukum jaminan, asas-asas tersebut yaitu asas publicitet, asas specialitet, asas tak dapat dibagi-bagi, asas inbezittstelling, asas horizontal.

Pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tempat, yaitu (1) di dalam Buku II KUH Perdata dan (2) di luar KUH Perdata.

Post a Comment

Post a Comment