WcBma5LrLOg50X66kF3p5HaCfJ41Lo99JHjSF8cx
Bookmark

Sejarah Hukum Jaminan di Indonesia

Sejarah Hukum Jaminan di Indonesia

Ada 3 (tiga) fase dalam sejarah hukum jaminan di Indonesia, yang dimulai pada saat penjajahan Hindia Belanda, masa penjajahan Jepang dan pada saat Indonesia merdeka sampai dengan sekarang, berikut akan dijelaskan ketiga fase sejarah hukum jaminan di Indonesia:

a) Hindia Belanda

Pada zaman pemerintah Hindia Belanda, ketentuan hukum yang mengatur tentang hukum jaminan dapat kita kaji dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah menjadi Stb.1937 Nomor 190 tentang Credietverband.

Dalam Buku II KUH Perdata, ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hukum jaminan adalah gadai (pand) dan hipotek (Salim HS, 2014 : 1). Credietverband merupakan ketentuan hukum yang berkaitan dengan pembebanan jaminan bagi orang bumi putra (Indonesia asli).

Hak atas tanah yang dapat dibebani Credietverband adalah hak milik, hak guna bangunan (HGB) dan hak guna usaha (HGU). Bagi orang Eropa dan dipersamakan dengan itu, berlaku ketentuanketentuan hukum yang berkaitan dengan hipotek (Salim HS, 2014 : 1).

b) Jepang

Pada zaman Jepang, ketentuan hukum jaminan tidak berkembang, karena pada zaman ini ketentuan-ketentuan hukum yang diberlakukan dalam pembebanan jaminan didasarkan pada ketentuan hukum yang tercantum dalam KUH Perdata dan Credietverband, hal ini dapat kita ketahui dari bunyi Pasal 3 Undangundang Nomor 1 Tahun 1942 tentang Bala Tentara Jepang (Osamu Rei), yang berbunyi : 

“Semua badan-badan pemerintah, kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah terdahulu, tetap diakui buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan Pemerintahan Militer”.

Berdasarkan ketentuan ini, jelaslah bahwa hukum dan undang-undang yang berlaku pada zaman Hindia Belanda masih tetap diakui sah oleh Pemerintah Dai Nippon. Tujuan adanya ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechtvacuum) (Salim HS, 2005 : 2).

c) Indonesia

Ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan di Indonesia pada zaman kemerdekaan adalah dengan di undangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).

Dalam undangundang ini mencabut berlakunya Buku II KUH Perdata mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku sejak berlakunya undang-undang ini.

Pada tahun 1996 diundangkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Pada era reformasi telah di undangkannya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Selanjutnya pada tahun 2011, disahkanlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang.

Undang-undang ini bertujuan membantu dunia usaha untuk menjamin kelancaran usahanya, terutama bagi petani serta usaha kecil dan menengah yang berbasis pertanian yang umumnya menghadapi masalah pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit.

Dalam konteks pemberdayaan dan pembinaan kepada petani serta usaha kecil dan menengah yang berbasis pertanian tersebut, resi gudang merupakan salah satu solusi untuk memperoleh pembiayaan dengan jaminan komoditi yang tersimpan di gudang.

Post a Comment

Post a Comment